TES
DIAGNOSTIK DALAM PEMBELAJARAN
Oleh: Afwan Tarihoran, M.Pd.
Abstrak
Dalam
melaksanakan pembelajaran seorang guru akan selalu berusaha mengkondisikan
siswa untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran semaksimal mungkin sesuai
kemampuan yang dimilikinya. Namun kenyataannya tidak semua siswa mencapai
kemajuan belajar secara maksimal dalam proses belajarnya. Siswa sering
menghadapi kesulitan atau masalah dalam belajarnya. Kesulitan ini perlu
mendapat bantuan dan dukungan dari guru
dan serta lingkungan sekitarnya
Untuk
dapat membantu siswa dalam menghadapi kesulitan dalam belajar secara tepat
perlu diketahui terlebih dahulu kesulitan atau masalah apa yang dihadapi siswa
tersebut, kemudian dilakukan analisis, perumusan pemecahan masalah dan tindak
lanjut. Untuk mengetahui kesulitan yang dialami siswa ini diperlukan tes
diagnostik
Kata Kunci
: Masalah belajar, tes diagnostik.
A. Pendahuluan
Belajar merupakan suatu proses yang
mengakibatkan adanya perubahan perilaku baik aspek kognitif, afektif dan psikomotorik. Sedangkan
kegiatan pembelajaran merupakan kegiatan interaksi antara siswa dengan pendidik dan sumber belajar pada suatu
lingkungan belajar. Untuk mengetahui
hasil belajar siswa dilakukan pengukuran dan penilaian. Alat ukur yang
digunakan dapat berupa tes dan non tes. Dalam hal ini akan diuraikan salah satu
jenis tes yakni tes diagnostik.
Tes sebagai alat ukur
dan pengumpul informasi memiliki fungsi ganda
yaitu mengukur siswa dan mengukur keberhasilan dari program pengajaran.
Menurut Arikunto (2009:33), “ditinjau dari segi kegunaan untuk mengukur siswa
tes dibedakan atas 3 macam yaitu tes diagnostik, tes formatif dan tes sumatif”.
Tes dapat berupa
pertanyaan, pernyataan atau permintaan untuk melakukan sesuatu untuk mengukur
pengetahuan, keterampilan, inteligensi atau kemampuan lain yang dimiliki oleh
siswa. Diagnostik berasal dari kata diagnosis yang berarti mengidentifikasi
penyakit dari gejala-gejala yang ditimbulkannya. Seperti seorang dokter,
sebelum menentukan obat apa yang akan diberikan kepada pasien, dokter tersebut
mengadakan pemeriksaan terlebih dahulu seperti memeriksa tekanan darah, suara
nafas, tes urine dan lainya. Demikian juga halnya seorang guru sebelum
memberikan bantuan kepada siswa, guru tersebut mengadakan tes untuk memeriksa
kesulitan belajar siswa. Tes seperti ini yang disebut dengan tes diagnostik
B. Pengertian Tes
Diagnostik
Beberapa ahli
mengemukakan pengertian tes diagnostik, menurut Arikunto, (2009:34). Tes
diagnostik adalah tes yang digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa
sehingga berdasarkan kelemahan-kelemahan tersebut dapat dilakukan pemberian
pemberlakukan yang tepat. Senada dengan Arikunto Rasyid dan Mansur (2007:164)
menjelaskan bahwa tes diagnostik berguna untuk mengetahui kesulitan belajar
yang dihadapi peserta didik, termasuk kesalahan pemahaman konsep. Sudijono
(2008:70) mendefenisikan tes diagnotik adalah tes yang dilakukan untuk
menentukan secara tepat jenis kesukaran yang dihadapi oleh para peserta didik
dalam suatu mata pelajaran tertentu. Selanjutnya dalam buku Tes Diagnostik yang
dikeluarkan oleh Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2007 menyebutkan bahwa tes diagnostik adalah tes yang
digunakan untuk mengetahui kelemahan-kelemahan siswa sehingga hasil tersebut
dapat digunakan sebagai dasar untuk memberikan tindak lanjut
Dengan demikian tes
diagnostik merupakan upaya guru untuk mendapat informasi tentang kesulitan
siswa dalam belajar. Dengan diketahuinya kesulitan belajar siswa, guru akan
dapat mencarikan bantuan yang tepat kepada siswa. Dalam bukuTes diagnostik yang
diterbitkan Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah Tahun 2007 dikemukan sejumlah
karakteristik dari tes diagnostik yaitu:
a. dirancang untuk mendeteksi
kesulitan belajar siswa, karena itu format dan respons yang dijaring harus
didesain memiliki fungsi diagnostik,
b. dikembangkan berdasar
analisis terhadap sumber-sumber kesalahan atau kesulitan yang mungkin menjadi
penyebab munculnya masalah (penyakit) siswa,
c. menggunakan soal-soal bentuk supply
response (bentuk uraian atau jawaban singkat), sehingga mampu menangkap
informasi secara lengkap. Bila ada alasan tertentu sehingga mengunakan bentuk selected
response (misalnya bentuk pilihan ganda), harus disertakan penjelasan
mengapa memilih jawaban tertentu sehingga dapat meminimalisir jawaban tebakan,
dan dapat ditentukan tipe kesalahan atau masalahnya, dan
d. disertai rancangan tindak lanjut
(pengobatan) sesuai dengan kesulitan (penyakit) yang teridentifikasi.
Tes diagnostik
memiliki dua fungsi utama, yaitu:
a.
Mengidentifikasi masalah atau kesulitan
yang dialami siswa,
b. Merencanakan tindak lanjut berupa upaya-upaya pemecahan sesuai masalah atau kesulitan yang
telah teridentifikasi
C. Perencanaan dan Pelaksanaan Tes Diagnostik
Kurikulum yang ada sekarang di dasarkan
pada penguasaan komptenesi, oleh karena itu dalam merencakan tes diagnostik
sebaiknya dilakukan untuk memeriksa kompetensi yang bermasalah dimana siswa
mengalami kesulitan dalam belajar sehingga belum mencapai ketuntasan (KKM),
kemudian menentukan kemungkinan sumber masalahnya. Secara garis besar
langkah-langkah dalam mengembangkan tes diagnostik (diknas, 2007:5) adalah:
1.
Mengidentifikasi kompetensi dasar yang belum
tercapai ketuntasannya.
2.
Menentukan
kemungkinan sumber masalah
3.
Menentukan bentuk dan jumlah soal yang
sesuai
4.
Menyusun
kisi-kisi soal
5.
Menulis
soal
6.
Mereviu
soal
7.
Menyusun
kriteria penilaian
Memperhatikan
fungsi dari tes diagnostik adalah untuk mengidentifikasi
permasalahan- perma salahan / kesulitan yang dialami siswa, maka guru
dapat melakukan tes diagnostik ini pada beberapa waktu sebelum
proses pembelajaran, pada saat proses pembelajaran dan pada saat akan
mengakhiri pembelajaran
Tes diagnostik
ke-1
dilakukan sebagai calon siswa sebagai input, untuk mengetahui apakah calon
siswa tersebut sudah menguasai pengetahuan yang merupakan dasar untuk menerima
pengetahuan di sekolah, sehingga tes ini disebut juga tes penjajakan masuk (entering
behaviour test). Tes diagnostik ke-1 dilakukan untuk mengukur tingkat
penguasaan pengetahuan dasar, biasa disebut dengan pengetahuan bahan prasarat (pre-requisite).
Oleh karena itu tes ini disebut juga tes prasarat atau pre-requeisite test.
Tes diagnostik
ke-2 dilakukan
terhadap calon siswa yang sudah akan mulai mengikuti program. Apabila cukup
banyak calon siswa yang diterima sehingga diperlukan lebih dari satu kelas,
maka untuk pembagian kelas diperlukan suatu pertimbangan khusus. Apakah anak
yang baik akan disatukan dalam satu kelas, atau semua kelas akan diisi dengan
campuran anak yang baik, sedang atau kurang, ini semua memerlukan informasi.
Informasi seperti ini dapat diperoleh dengan cara melakukan tes diagnostik.
Dengan demikian maka tes diagnostik telah berfungsi sebagai tes penempatan (placement test)
Tes diagnostik
ke-3
dilakukan terhadap siswa yang sedang belajar. Tidak semua siswa dapat menerima
pelajaran yang diberikan guru dengan lancar. Sebagai guru perlu memberikan tes
diagnostik untuk mengetahui bagian/kompetensi dasar mana dari bahan yang
diberikan itu belum dikuasai siswa. Selain itu guru harus dapat mengadakan
deteksi apa sebab siswa tersebut belum menguasai bahan. Bedasarkan hasil
mengadakan deteksi tersebut guru dapat memberikan bantuan yang diperlukan.
Tes diagnostik
ke-4
diadakan pada waktu siswa akan mengakhiri pelajaran. Dengan tes ini guru akan
dapat mengetahui tingkat penguasaan siswa terhadap bahan yang ia berikan. Tes
ini dilakukan sebelum diadakan tes ulangan akhir semester atau ulangan kenaikan
kelas atau remedial seandainya ditemukan permasalahan atau kesulitan-kesulitan
belajar
Berdasarkan uraian diatas maka tes diagnostik ke-1
dan ke-2 diikuti oleh seluruh siswa. Tes diagmostik ke-3 dan ke-4 hanya diikuti
oleh siswa yang diduga bermasalah. Dugaan tersebut bisa di dasarkan pada hasil
ulangan harian atau pengalaman guru pada proses pembelajaran. Tes diagnostik
dapat dilakukan di kelas, laboratorium, di luar ruangan atau bahkan dapat
dilakukan dirumah dalam bentuk penugasan oleh guru. Dapat dilakukan oleh guru,
wali kelas dan bahkan oleh orang tua siswa di rumah. Perihal berapa lama tes
diagnostik dilakukan dapat dianalogikan
dengan pekerjaan dokter dalam mendiagnosis pasien. Dokter akan berusaha
melakukan diagnostik secara cepat dan tepat untuk mendapatkan gambaran tentang
penyakit yang diderita pasien. Demikian juga halnya dengan guru dalam
melaksanakan tes diagnostik, waktu yang diperlukan sangat tergantung kepada
jenis masalah/kesulitan belajar siswa yang ingin di diagnostik.
D. Analisis Tes Diagnostik dan Tindak Lanjut
Telah dijelakan bagaimana merencanakan dan melaksanakan
tes diagnostik. Kegiatan berikutnya adalah bagaimana menganalisis hasil tes
diagnostik. Kegiatan analisis ini meliputi pengolahan berupa pemeriksaan, penskoran
dan penafsiran hasil
tes secara cermat dan akurat sehingga dapat digunakan untuk memberikan tindak lanjut.
Penskoran tes diagnostik pada prinsip tidak berbeda
dengan penskoran pada tes-tes yang lain, tetapi membutuhkan penelusuran dan
interpretasi respons yang lebih cermat untuk menemukan fungsi diagnostiknya. Beberapa hal
yang harus diperhatikan ketika melakukan penskoran dan penafsiran hasil tes diagnostik.
a. Memberikan skor
tertinggi jika jawaban siswa lengkap dan
skor terendah jika jawaban siswa paling
minim, kegiatan penskoran juga harus mampu merekam jenis kesalahan (type
error) yang ada dalam respons siswa. Siswa dengan skor sama, misalnya
sama-sama 0 (berarti responsnya salah) belum tentu memiliki type error yang
sama juga, karena itu mengidentifikasi penyebab terjadinya kesalahan jauh lebih
bermakna dibandingkan dengan menentukan berapa jumlah kesalahannya atau berapa
skor total yang dicapainya. Hasil identifikasi type error menjadi dasar
interpretasi yang akurat.
b. Untuk memudahkan identifikasi dan analisis
terhadap berbagai type error yang terjadi, setiap type error
dapat diberi kode yang ditentukan guru,
misalnya:
A=terjadi miskonsepsi
B= kesalahan mengubah satuan
C=kesalahan menggunakan formula
D=kesalahan perhitungan, dan seterusnya.
c. Bila tes diagnostik terhadap suatu indikator
dibangun oleh sejumlah butir soal perlu ditentukan batas pencapaian untuk menentukan
bahwa seorang siswa itu dinyatakan “sakit” (bermasalah). Juga perlu ditentukan
batas toleransi untuk jumlah dan jenis type error yang boleh terjadi.
Batas pencapaian ini dapat ditentukan sendiri oleh guru berdasar pengalamannya
atau berdiskusi dengan teman sejawat. Batas
pencapaian dapat dilakukan berdasarkan pencapaian KKM misalnya 75, namun karena
tes diagnostik dimaksudkan sebagai dasar untuk memberikan bantuan, maka lebih
aman jika menggunakan batas pencapaian tinggi, misalnya 80%.
d. Penskoran terhadap butir soal pemecahan
masalah (problem solving) hendaknya mampu merekam setiap kemampuan yang
dibutuhkan untuk memecahkan masalah tersebut, meliputi:
o kemampuan menerjemahkan masalah ke dalam bahasa
sains (linguistic knowledge);
o kemampuan mengidentifikasi skema penyelesaian
masalah (schematic knowledge);
o kemampuan mengidentifikasi tahapan-tahapan
penyelesaian masalah (strategy knowledge); dan
o kemampuan melakukan tahapan-tahapan penyelesaian
masalah (algorithmic knowledge).
Masing-masing komponen kemampuan di atas mendapat
skor sesuai kompleksitas cakupannya dan dapat berbeda antara soal satu dengan
lainnya.
e. Tes diagnostik menggunakan acuan kriteria (criterion-
referenced), karena hasil tes diagnostik yang dicapai oleh seorang siswa tidak digunakan untuk
membandingkan siswa tersebut dengan kelompoknya melainkan terhadap kriteria
tertentu sehingga ia dapat diklasifikasikan “sakit dan membutuhkan terapi”
ataukah “sehat” sehingga dapat mengikuti kegiatan pembelajaran berikutnya.
Kegiatan guru
menindaklanjuti hasil tes diagnostik siswa jika dianalogikan dengan kegiatan pengobatan oleh dokter kepada pasiennya
setelah dilakukan serangkaian diagnosis. Tindak lanjut tersebut berupa
perlakuan-perlakuan yang sesuai dengan permasalahan atau kesulitan yang
dihadapi siswa. Ibarat pemberian obat, dosisnya tidak boleh terlalu rendah atau
terlalu tinggi, apalagi sampai salah memberikan obat. Karena hal yang demikian
justru akan memperberat atau menimbulkan masalah baru bagi siswa.
Kesembuhan pasien di rumah sakit tidak hanya ditentukan oleh jenis dan
dosis obat yang diberikan oleh dokter, tetapi dipengaruhi juga oleh pribadi
pasien, sikap dokter, lingkungan rumah sakit, perhatian keluarga dan lain-lain.
Demikian juga kegiatan tindak lanjut untuk menyelesaikan permasalahan siswa,
tidak hanya tertuju kepada siswa itu sendiri, melainkan juga kepada semua pihak
yang terkait dengan kegiatan pembelajaran dan berkontribusi yang menimbulkan permasalahan siswa, misalnya profesionalitas
guru, lingkungan sekolah, masyarakat, dan keluarga. Bahkan menyelesaikan
permasalahan belajar siswa terkadang bisa menjadi lebih rumit dibandingkan
mengobati suatu penyakit, karena keunikan dan kompleksitas faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Di bawah ini
diuraikan beberapa hal yang perlu diperhatikan agar dapat menindaklanjuti hasil
tes diagnostik dengan baik (diknas, 2007).
a.
Kegiatan tindak lanjut dilakukan
betul-betul berdasarkan hasil analisis tes diagnostik secara cermat. Tindak
lanjut tidak selalu berupa kegiatan remidial di kelas, tetapi dapat juga berupa
tugas rumah, observasi lingkungan, kegiatan tutor sebaya, dan lain-lain sesuai
masalah atau kesulitan yang dihadapi siswa. Kegiatan tidak lanjut juga tidak selalu
dilakukan secara individu, tetapi dapat juga dilakukan secara kelompok
bergantung pada karakteristik masalah yang dihadapi siswa.
b.
Mengatasi permasalahan yang
disebabkan oleh miskonsepsi membutuhkan kesabaran, keuletan, dan kecerdasan
guru. Penelitian Berg (1991) menunjukkan bahwa miskonsepsi sulit bila hanya
diatasi melalui informasi atau penjelasan, oleh karena itu perlu dirancang
aktivitas atau pengamatan secara langsung untuk memperbaikinya.
c.
Kegiatan tindak lanjut diberikan
secara bertahap dan berkelanjutan. Tes diagnostik pada hakikatnya merupakan
bagian dari ulangan harian, maka pelaksanaannya juga perlu diatur sehingga
tidak tumpangtindih (overlapping) dan tidak memberatkan siswa maupun
guru.
d.
Perlu dirancang program sekolah
yang mendukung dan memberikan kemudahan bagi guru untuk mengadministrasi,
melaporkan, dan menindaklanjuti hasil tes diagnostik, misalnya penyediaan
sarana dan tenaga teknis, pemberian insentif atau penghargaan, dan
program-program lain yang mendukung profesionalitas guru, misalnya lokakarya,
workshop, dan penelitian yang mengangkat hasil-hasil tes diagnostik. Selain untuk evaluasi di
sekolah, bila memungkinkan hasil analisis tes diagnostik juga dikirimkan atau
dilaporkan kepada orang tua siswa, sehingga secara bersama-sama dapat membantu
siswa dalam memecahkan masalahnya.
E. Simpulan
Tes diagnostik merupakan
tes dalam upaya mengidentifikasi kesulitan belajar yang dialami siswa. Untuk
dapat mengetahui kesulitan belajar yang dialami siswa dengan cepat dan tepat,
tes diagnostik harus direncanakan, dilaksanakan, dianalisis secara cermat
sehingga berfungsi diagnostik. Hasil analisis digunakan untuk memberikan tindak
lanjut berupa pemberian bantuan dalam mengatasi kesulitan yang dialami siswa.
Daftar pustaka
Arikunto Suharsimi,
2008. Dasar-dasar
Evaluasi Pendidikan Edisi Revisi, Jakarta, Bumi Akasara
Depdiknas, 2007. Tes Diagnostik,
Direktorat Pembinaan sekolah Menengah Pertama
Rasyid
Harun dan Mansyur, 2007. Penilaian hasil Belajar, Bandung, Wacana Prima
Sudijono
Anas, 2008. Pengatar Evaluasi Pendidikan,
Jakarta, Raja Grafinddo Persada